Sabtu, 23 Februari 2008

KERIS2 BERDIRI






JANGAN MEMBELI DONGENG
tERIMA KSIH UNTUK bPK.sUMPENO dj DAN AHLI2 KERIS LAINNYA ATAS PENERANGANNYA

Kalau ada orang fasih mengutip tokoh-tokoh sejarah dan babad lebih dari para sejarahwan, bisa jadi dia bakul (pedagang) keris Namanama legendaris seperti Sultan Hasanudin, Paku Buwono X, Mangkunegoro IV, Pangeran Diponegoro, Joko Tole, dan sejenisnya, lebih sering dikutip di pasar keris dibanding di bangku sekolah.
"Pengetahuan" sejarah, seperti halnya kepandaian mengarang, 'psikologi terapan' dan ilmu klenik, rupanya merupakan nilai tambah tersendiri bagi salesmanship pedagang keris. Oleh karena itu, jangan cepatgrogi atau minder kalau seorang pedagang keris bilang bahwa pedangnya pernah dipakai Sultan Hasanudin membabat kepala Belanda atau tombaknya merupakan tunggul kerajaan Mojopahit. Sebaliknya, waspadalah, bisa jadi Anda sedang ada di tubir jurang penipuan.
Seorang kolektor bercerita membeli keris yang punya tiga bayangan, tapi sampai di rumah dua bayangan lainnya ketinggalan di rumah penjualnya. Ada lagi yang katanya cungpet, seperti remote control, kalau ditudingkan ke kobaran api, kebakarannya langsung mati. Percayalah, kalau sudah terlanjur membeli, tolong jangan Anda coba dengan membakar rumah Anda. Begitu pula, jangan coba yang katanya bisa dibakar sampai merah dan lantas bisa dijilatjilat. Dijamin, sakitnya pasti lebih dari sariawan.
***Seperti batu akik dan burung, terkadang harga sebuah keris menjadi jauh lebih mahal gara-gara dongeng penjualnya. Misalnya, bahkan keris yang sudah jelas pecah di tengah bilahnya karena kegagalan proses, malah disebut Combong, dan katanya justru dicari orang karena bisa dipakai melet wanita.
Oleh karena itu, "jangan beli dongeng," begitu nasehat Hadi Prayitno, seorang kolektor kawakan dari Surabaya. "Menurut pengalaman saya, biasanya kalau ceritanya hebat begitu, barangnya malah jelek," begitu guraunya.
Menurut perkiraan para pedagang,koleksinya bisa jadi melebihi n 10 ribu buah. Akan tetapi, yang asli hanya ratusan. Kabarnya, di antara koleksinya itu, terdapat sejumiah tombak raksasa iras, sambung sampai ke pegangannya dari besi, yang diperkirakannya sendiri sebagai tunggul kerajaan Mojopahit. Padahal, diangkatsaja begitu berat, bagaimana mungkin bisa dipakai perang.
Di antara jenis-jenis pemboman, yang paling subtil dan sulit dikenali mata awam adalah pemrosesan keris baru tapi tua, atau asli tapi palsu (aspal), menjadi tua. Jika penggarapannya handal, kadar pelapukan besinya bahkan lebih wajar dibanding keris-keris tua yang terawat kurang baik, karena bahan yang dipakai membuat keris-keris tua. Ditambah kecanggihan teknologi pembuatan sekarang, hasilnya cuma kalah riwayat saja dengan pusaka-pusaka yang sudah pakai gelar kyai atau kanjeng kyai itu.
Dari jaringan penjualannyapun terkadang sulit dikenali. "Sekarang ini dikenal istilah dibom dari desa", begitu ujar Toyib, seorang pengepol keris dari Jember. Artinya, keris tua aspal tersebut dilepaskan kepada para petani di desa-desa, sehingga bahkan sejak para pemburu dan pengepol tingkat desa, yang kebanyakan juga tak mempunyai pengetahuan perkerisan cukup mantap, sudah terkecoh.
Ketika seorang pemburu keris dari desa datang. Dengan serius ia memperlihatkan sebuah tombak yang sebelah bergambar naga, sebelah lagi bergambar lelaki sipit bertopi seperti tokoh serial TV Judge Bao, dengan ditambah deretan huruf Cina di atas kepalanya. Tombak hasil kamalan yang aslinya wonoaju (tak berpamor) itu, disebutnya sebagai tombak Sam Po Kong. Ketika Mustapha purapura serius tapi tak mampu membuang senyum dari wajahnya, pemburu desa itu wajahnya penuh tanda tanya. Kasihan, menilik harga penawarannya yang ratusan ribu rupiah, entah berapa dia membelinya di desa.
Semakin gencarnya pemboman dari desa ini, bersangkut-paut dengan semakin langkanya keris-keris tua yang canggih ditemukan di desa-desa, serta semakin semrawutnya tumpang-tindih jaringan pemburuan keris sebagai akibatnya.
"Dulu kita tak perlu cari, kepala desanya datang sendiri kemari bawa keris satu becak.
Sekarang sampai ke gunung-gunung, cuma dapat Pemekasan 9sebutan khas Madura untuk pamor Kulit Semangka) satu-dua bilah," demikian ujar Marsuji, kakek 85 tahun yang merintis perdagangan keris warga Madura di Jember. "Itupun permintaannya terkadang aneh-aneh. Misalnya, zaman mbahnya dulu sudah mau ditukar sapi, atau sawah sekian bahu," begitu tambah menantunya, yang sekarang meneruskan berdagang keris di Pasar Tanjung, Jember.
Kelangkaan ini mengakibatkan para pengepol, pedagang dan kolektor dari kota-kota besar seperti Surabay dan Malang, terjun sendiri ke desa-desa. 'Sekarang kacau, mereka bahkan ikut naik sampai desa-desa'", tambah Toyib. Bersamaan dengan itu mereka membawa keris aspal dan menukarnya dengan barang-barang asli dari desa.
Hadi Prayitno membenarkan situasi ini. Dia berkata, kalau mau berburu keris tak perlu ke kampung-kampung, dan berharap dapat rejeki nomplok, bisa murah karena pemiliknya tak mengerti. "Keris yang bagus pasti di tangan orang yang mengerti. Di kampung, kalau tak berpengalaman, salah-salah cuma dapat dongeng", tambahnya.
Surabaya sempat menjadi korban tudingan paling parah dalam kegiatan pemboman ini. Menurut cerita Asmoyo, seorang kolektor Surabaya bahkan saking marahnya menyebut para pedagang keris di Pasar Turi sebagai tukang gorok leher.

Betapapun, beberapa pedagang Pasar Turi merasa pernyataan semacam ini agak berlebihan. "Sekedar barang berputar saja. Memang, perdagangan keris seperti itu, karena dasarnya kepercayaan. Masing-masing kolektor mempunyai jalur hubungan sendiri-sendiri, yang tak mudah ditembus," begitu uiar Musratal.
Terlepas dari adanya silang pendapat dalam soal ini, pada umumnya mereka sepakat bahwa pemboman seperti ini sudah sampai taraf memprihatinkan. Masalahnya sempat menumpas minat kolektor baru, dan bahkan membuatsituasi pasar tak menentu. Dalam arti, membuat semrawut situasi penilaian, karena mereka bahkan sering mebalik-balik kenyataan dengan mengatakan koleksi asli seorang kolektor sebagai aspal atau bahkan duwung-duwungan.
Seorang kolektor lain mengatakan, sebetulnya pemboman di Jakarta juga sempat cukup parah, hanya saja karena korbannya para pejabat jadi tak cepat terbuka Masalahnya mereka banyak yang masih menganggap kerisnya sinengker dan karena itu relatif tak pernah diperlihatkan orang lain.
Menanggapi situasi mencemaskan ini banyak pedagang bersepakat untuk mengatasinya. Sementara dalam soal harga, ia memilih harga pas agar orang tak kejeblos dalam tawar-menawar.
Betapapun ada situasi kultural lebih menyeluruh yang menyulitkan upaya pemecahan sekadarnya semacam ini. Alam pikir klenik mempercayai barang tua lebih bertuah akan terus mendorong upaya pemalsuan karena barang-barang tua sendiri semakin langka saja. Padahal, di lain pihak, kualitas pembuatan keris dewasa ini sebetulnya justru telah meningkat pesat akibat bantuan tehnologi yang lebih modern. Misalnya saja, dengan adanya las sebagai pembantu pengikat menggantikan sekedar lilitan kawat baja, tatahan pamor yang kecil-kecil seperti pada Ron Genduru tidak larilari ketika ditempa, sehingga hasilnya juga lebih Oleh karena itu, barangkali, yang perlu didorong adalah penyadaran bahwa pada da sarnya keris adalah benda seni yang semula fungsional belaka. Dengan sophistikasi tehnik pamor, benda-benda ini lantas digurati semacam harapan tertentu, sehingga menjadi semacam sistim simbol yang kebetulan indah. Tapi tidak lebih dari itu. Pengagulannya yang melewati proporsinya sebagai karya budaya yang nyeni, memperlihatkan kemelencengan kultural yang berakar panjang.
Menyadarinya sebagai benda seni berarti mempertimbangkannya dengan kriteria obyektif sebuah perwujudan seni umumnya. Katakanlah, keindahannya, keutuhannya, keseimbangan proporsi bagian-bagiannya, komposisi ricikannya, kualitas besi dan pamornya, dan juga kekhasan sentuhan penggarapannya.
Memang, seperti umumnya benda seni yang dikoleksi, meminjam istilah pakar keris Bambang Harsrinuksmo (Pamor Keris), konsep ITU (indah, tua, utuh) memang tetap tak dapat dipungkiri. Akan tetapi, setidaknya unsur keindahan tidak terpuruk terlalu jauh di belakang unsur tua, yang sebetulnya sering dilebiharti kan sebagai tuah. Barangkali baru dengan demikian perkembangan seni keris dapat ber kembang wajar.
Jadi keris baru, mengapa tidak. Asalkan memang indah. Kecuali jika memang lebih senang beli dongeng.
James
+628568744447,02191868659
jakarta

Tidak ada komentar: